Minggu, 24 Maret 2013

Kenapa Kentang itu bernama Mustofa?



Berwibawa sekali sepertinya potongan-potongan kentang seukuran korek api itu menyandang namanya. Tak pernah absen pula ia menyertakan kehadirannya di berbagai kenduri dan pesta. Tidak ada yang tahu darimana ia mendapatkan namanya, bahkan Sang Hyang Google yang dianggap maha tahu oleh pemujanya pun tak sanggup menyingkap kelambu misteri riwayat penamaannya. Ribuan lidah mungkin tak peduli; yang penting renyahnya terasa. Karena buat mereka bukan arti yang dicari; melainkan kelezatan yang dinanti.

Yang terpilih atau “the chosen one”, itulah arti dari kata Mustofa di bahasa asalnya, Arab. Sebuah makna yang bernilai sepadan dengan tokoh ‘Neo’ yang jagonya nggak ketulungan di trilogi film The Matrix. Sebuah istilah yang juga disematkan pada semua hal yang dianggap digariskan oleh takdir. Gelar tertinggi yang melambangkan supremasi dan keniscayaan. Dan entah mengapa, makna yang teramat berbobot ini menemukan tempatnya di kumpulan potongan-potongan kecil kentang yang digoreng serenyah,sekering dan seringan mungkin.

Bilapun dibuka kongres luar biasadi antara ahli-ahli kuliner seantero alam raya, sepertinya sepakat tidak akan pernah tercapai untuk menetapkannya sebagai olahan Kentang dengan kasta tertinggi. Pun, catatan sejarah kerajaan-kerajaan agung negeri ini tidak ada satupun yang menempatkannya sebagai hidangan kebesaran. Namun tetap saja ia adalah Kentang Mustofa, Kentang Yang Terpilih. Yang walaupun tempatnya diujung akhir meja hidangan, namun maknanya terbuki jauh lebih hebat dari Sate Kambing Muda, Iga Bakar, Ayam Panggang, Gulai Kepala Kakap, atau hewan-hewan matang lainnya.

Tetap, misteri itu tidak terjawab. Walau pertanyaan itu sudah beredar di berbagai obrolan berisik hajatan, dilantunkan ke beberapa catering dan juru masak Kota Kembang, dan diketikan ke laman-laman pencari di semesta jaringan digital. Alas, coretan inipun sepertinya memang tidak mempunyai kekuatan untuk menyibak riwayatnya.

Siapa tahu; Mustofa mungkin hanya sekedar nama dari ia yang menciptakan komposisi lezat itu pada awalnya. Atau sesuatu yang terceletuk begitu saja tanpa perlu ada latar belakang atau alasan. Yang pasti, terkadang sebuah pertanyaan terbersit begitu saja di kepala, dan kita terbiasa membuangnya seketika terasa tidak penting atau tidak dalam koridor wajar atau “biasa”. Namun apakah kita akan selalu hidup hanya dengan menghirup penjelasan yang kebetulan hinggap? Atau menelan bulat  buku manual yang disuapkan dan mutlak mengamini kata demi katanya? Entahlah, setidaknya kalau saya sih masih menyisakan sedikit ruang di kepala untuk kegiatan mempertanyakan. Karena dengan mempertanyakan maka kita akan mencari tahu. Dan walau terkadang bukan jawaban yang dicapai, tapi terlebih,  pencerahan yang didapat. 

Walaupun itu untuk sesuatu yang se-absurd Kentang Mustofa.